Mengurai Distorsi Peran: Memahami Peran Sebenarnya dari Seorang Content Creator

Mampu bekerja di bawah tekanan, di bawah air, bisa mengendalikan banteng marah dan mendamaikan dua banteng yang sedang bersitegang di cover botol kratindaeng. Mampu menerbangkan drone dan jet temp

Mampu bekerja di bawah tekanan, di bawah air, bisa mengendalikan banteng marah dan mendamaikan dua banteng yang sedang bersitegang di cover botol kratindaeng. Mampu menerbangkan drone dan jet temp

Dunia konten digital telah mengalami ledakan dalam beberapa tahun terakhir, menciptakan berbagai peran baru di dalamnya. Salah satu dari peran yang paling sering disebut adalah Content Creator. Namun, ironisnya, banyak yang sepakat bahwa “Content Creator” seharusnya bukanlah sebuah gelar pekerjaan, melainkan deskripsi untuk individu atau kelompok yang bertanggung jawab atas menciptakan beragam materi konten, mulai dari tulisan, desain, hingga audio visual.

Sebenarnya, tugas seorang content creator seharusnya menjadi bagian dari pekerjaan kelompok, bukan individu. Ini bertujuan untuk menghindari distorsi peran dan memungkinkan setiap individu untuk memiliki spesialisasi dalam bidangnya masing-masing. Sebagai contoh, seorang video editor, desainer grafis, videografer, fotografer, editor, penulis skenario, dan berbagai gelar lainnya.

Namun, masalah muncul ketika istilah “Content Creator” disematkan kepada individu, yang pada akhirnya menyebabkan mereka terjebak dalam dinamika kerja dengan embel-embel efisiensi. Banyak dari mereka terpaksa melakukan tugas ganda atau bahkan lebih dari itu. Ini tidak hanya merugikan bagi pekerja kreatif itu sendiri, tetapi juga menciptakan ketidakpastian dalam hal perlindungan dan standarisasi pekerjaan di ranah kreatif.

Tidak adanya perlindungan dan standarisasi dalam pekerjaan kreatif menciptakan celah yang dimanfaatkan oleh berbagai pihak. Banyak hiring tidak memahami perbedaan peran di dalam dunia kreatif, yang akhirnya membuat para pekerja kreatif terjebak dalam pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesialisasi mereka. Seorang videografer, misalnya, sering diharapkan untuk memiliki keterampilan dalam pengeditan video, yang seharusnya menjadi tugas seorang editor.

Content Creator seharusnya dikerjakan oleh kelompok, meskipun ada contoh individu yang berhasil dalam peran tersebut, seperti Youtuber. Namun, hal ini tidak cocok jika berada di lingkungan perusahaan, di mana individu tersebut hanya dibayar dengan upah perorangan untuk pekerjaan yang seharusnya dikerjakan oleh tim.

Meskipun kehadiran kecerdasan buatan (AI) dapat membantu dalam beberapa hal, para pekerja kreatif tetap merasa terjebak dalam dinamika kerja yang tidak efisien. Kurangnya pemahaman tentang peran yang sebenarnya di dunia kreatif menyebabkan
istilah “Content Creator” menjadi salah kaprah. Namun, ini bukan kesalahan, melainkan akibat dari kurangnya pemahaman yang mendasar.

Dengan pemahaman yang lebih baik tentang peran sebenarnya dalam dunia kreatif, diharapkan istilah “Content Creator” dapat digunakan dengan lebih tepat, meminimalkan distorsi peran dan menciptakan lingkungan kerja yang adil dan berkelanjutan bagi para pekerja kreatif.

Leave a Reply

Your email address will not be published.